Selasa, 21 Desember 2010

AL-QUR'AN DITURUNKAN DENGAN TUJUH HURUF

BAB I
PENDAHULUAN

Imam Al Zarkasyi[1] dalam bukunya, Al Burhan fii ‘Ulum al-Qur’an, mengingatkan bahwa al-Qira’ah (bacaan) itu berbeda dengan al-Qur’an (yang dibaca). Keduanya merupakan dua fakta yang berlainan. Sebab, al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk menjadi keterangan dan mukjizat. Sedangkan qira’ah ialah perbedaan cara membaca lafaz-lafaz wahyu tersebut di dalam tulisan huruf-huruf yang menurut Jumhur cara itu adalah mutawatir.[2]
Bangsa Arab mempunyai aneka ragam dialek[3] (lahjah) yang timbul dari fitrah mereka. Setiap suku mempunyai format dialek yang tipikal dan berbeda dengan suku-suku lain. Perbedaan dialek itu tentunya sesuai dengan letak geografis dan sosio-kultural dari masing-masing suku. Namun demikian, mereka telah menjadikan bahasa Quraish sebagai bahasa bersama (common language) dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Dari keyataan di atas, sebenarnya kita dapat memahami alasan al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Quraish.[4]
Fenomena al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW ternyata bagaikan magnet yang selalu menarik minat manusia untuk mengkaji dan meneliti kandungan makna dan kebenarannya. Al-Qur’an yang diturunkan atas “tujuh huruf” (sab’at al-Ahruf) menjadi polemik pengertiannya di kalangan ulama’, polemik ini bermuara pada pengertian sab’ah dan al-Ahruf itu sendiri.
Kalau ditelusuri, akar polemik ini bermula dari hadits Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:
عنِ ابن عبّاسٍ رضيَ الله عنهما أن رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلّم قال: (أقْرأني جبريلُ على حَرفٍ، فلم أزَل اسْتزيدهُ حتّى انتهى إِلى سبعة أحرفٍ.
“Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah Saw., bersabda : ”Jibril membacakan al-Qur’an kepadaku dengan satu huruf kemudian aku mengulanginya (setelah itu) senantiasa aku meminta tambah sehingga menambahiku sampai dengan tujuh huruf”.[5]

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Arti Turunnya Al-Qur’an dalam Tujuh Huruf
Al-Ahruf (الأحرف) adalah bentuk jamak dari harf (حرف) ini mempunyai makna yang banyak :
1. Harf yang berarti ujungnya atau tepinya Hurf al-Ahruf yang berarti huruf istilah dalam ilmu nahwu.[6]
2. Harf yang bermakna puncak seperti (حرف الجبل) diartikan puncak gunung.[7]
3. Harf diartikan sebagai salah satu huruf hijaiyyah.
Sedangkan yang dimaksud al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf adalah sebagai kelonggaran dan kemudahan bagi pembaca, sehingga bisa memilih di antara bacaan-bacaan yang diinginkan, tapi bukan dimaksudkan bahwa semua kalimah yang ada dalam al-Qur’an bisa dibaca dengan tujuh macam bacaan, akan tetapi yang dimaksudkan tujuh bacaan yang berbeda itu pada beberapa tempat yang berbeda-beda yang bisa dibaca sampai tujuh bacaan.[8]

B.     Huruf-huruf Turunnya Al-Qur’an
Terbetik berita bahwa Nabi Saw., bersabda: “al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Turmudzi dari Ubay Ibnu Ka’ab. Dan Imam Ahmad itu meriwayatkan dari Hudzaifah dan hadits ini nilainya hasan. Di dalam hadits lain: “al-Qur’an diturunkan dari tujuh buah pintu dan dalam tujuh buah huruf, semuanya cukup dan memadai”. Diriwayatkan oleh At-Tabrani dari Mu’adz Ibnu Jabal di mana hadits itu bernilai hasan, dan dalam hadits yang lainnya lagi: “al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf, barang siapa yang membaca menurut satu huruf di antaranya maka tak usahlah ia berpindah berpindah kepada huruf yang lain karena itu tidak perlu”. Diriwayatkan oleh At-Tabrani dari Ibnu Mas’ud. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud: “al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf. Setiap huruf ada lahir dan batinnya. Dan masing-masing huruf itu ada batasannya pula dan setiap batas ada permulaannya”.[9]

C.    Dalil Al-Qur’an Diturunkan dengan Tujuh Huruf
Ada beberapa dalil hadits yang menjelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf. Antara lain:
حدّثَنا عبدُ اللهِ بنُ يوسُفَ أخبرَنا مالكٌ عنِ ابنِ شِهابٍ عن عُروةَ بنِ الزّبَيرِ عن عبدِ الرحمنِ بنِ عبدٍ القاريّ أنهُ قال: سمعتُ عمرَ بنَ الخَطّابِ رضيَ اللهُ عنهُ يقول: «سمعتُ هشامَ بنَ حَكيمِ بنِ حِزامٍ يَقرأُ سورةَ الفُرقانِ على غيرِ ما أقرَؤها، وكان رسولُ الله صلى الله عليه وسلّم أقرَأَنيها، وكِدْتُ أن أعجَلَ عليه، ثمّ أمهلتُهُ حتّى انصَرَفَ، ثمّ لبّبْتُهُ بردائِه فجئتُ بهِ رسولَ الله صلى الله عليه وسلّم فقلتُ: إني سمعتُ هذا يقرأُ على غيرِ ما أقرَأْتَنيها. فقال لي: أرسِلْهُ. ثمّ قال لهُ: اقرَأْ. فقرأَ. قال: هكذا أُنزِلَتْ. ثمّ قال لي: اقرَأْ. فقرأتُ. فقال: هكذا أُنزِلَتْ، إنّ القرانَ أُنزِلَ على سبعةِ أحرُفٍ، فاقرَؤوا منهُ ما تَيسّرَ».
“Meriwayatkan yang lafazhnya dari Bukhari bahwa; “Umar bin Hattab berkata: “Aku mendengar Hisham bin Hakim membaca surat al-Furqan di masa hidupya Rasulullah Saw, aku mendengar bacaannya, tiba-tiba ia membacanya dengan beberapa huruf yang belum pernah Rasulullah Saw membacakannya kepadaku sehingga aku hampir beranjak dari salat, kemudian aku menunggunya sampai salam. Setelah ia salam aku menarik sorbannya dan bertanya: “Siapa yang membacakan surat ini kepadamu?”. Ia menjawab: “Rasulullah Saw yang membacakannya kepadaku”, aku menyela: “Dusta kau, Demi Allah sesungguhnya Rasulullah Saw telah membacakan surat yang telah kudengar dari yang kau baca ini”. Setelah itu aku pergi membawa dia menghadap Rasulullah Saw lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah aku telah mendengar lelaki ini, ia membaca surat al-Furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah engkau bacakan kepadaku, sedangkan engkau sendiri telah membacakan surat al-Furqan ini kepadaku”. Rasulullah Saw menjawab: “Hai ‘Umar! lepaskan dia. “Bacalah Hisham!”. Kemudian ia membacakan bacaan yang tadi aku dengar ketika ia membacanya. Rasululllah Saw bersabda: “Begitulah surat itu diturunkan” sambil menyambung sabdanya: “Bahwa al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf maka bacalah yang paling mudah!”.[10]
 “Diriwayatkan dengan sanadnya dari Ubay bin Ka’ab ia berkata: “Aku berada di masjid, tiba-tiba masuklah lelaki, ia shalat kemudian membaca bacaan yang aku ingkari. Setelah itu masuk lagi lelaki lain membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama”. Setelah kami selesai salat, kami bersama-sama masuk ke rumah Rasulullah Saw, lalu aku bercerita: “Bahwa si lelaki ini membaca bacaan yang aku ingkari dan kawannya ini membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama”. Akhirnya Rasulullah Saw memerintahkan keduanya untuk membaca”. Setelah mereka membaca Rasulullah Saw menganggap baik bacaannya. Setelah menyaksikan hal itu, terhapuslah dalam diriku sikap untuk mendustakan, tidak seperti halnya diriku ketika masa Jahiliyyah. Nabi menjawab demikian tatkala beliau melihat diriku bersimbah peluh karena kebingungan, ketika itu keadaan kami seolah-olah berkelompok-kelompok di hadapan Allah Yang Maha Agung. Setelah melihat saya dalam keadaan demikian, beliau menegaskan pada diriku dan berkata: “Hai Ubay! Aku diutus untuk membaca al-Qur’an dengan suatu huruf lahjah (dialek)”, kemudian aku meminta pada Jibril untuk memudahkan umatku, dia membacakannya dengan huruf kedua, akupun meminta lagi padanya untuk memudahkan umatku, lalu ia menjawab untuk ketiga kalinya. “Hai Muhammad, bacalah al-Qur’an dalam 7 lahjah dan terserah padamu Muhammad apakah setiap jawabanku kau susul dengan pertanyaan permintaan lagi”. Kemudian aku menjawabnya: “Wahai Allah! Ampunilah umatku, ampunilah umatku dan akan kutangguhkan yang ketiga kalinya pada saat di mana semua makhluk mencintaiku sehingga Nabi Ibrahim As”.[11]
 “Riwayat Ubay bin Ka’ab, ia mengatakan: “Rasulullah Saw berjumpa dengan Jibril di gundukan Marwah”. Ia (Ka’ab) berkata: “Kemudian Rasul berkata kepada Jibril bahwa aku ini diutus untuk ummat yang ummy (tidak bisa menulis dan membaca). Diantaranya ada yang kakek-kakek tua, nenek-nenek bangka dan anak-anak”. Jibril menjawab: “Perintahkan, membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf”. Imam al-Turmudhy mengatakan: “Hadith ini hasan lagi shahih”.[12]
Dari beberapa hadits yang disebutkan di atas, tidak terdapat nas sahih yang menjelaskan maksud dari sab’ah ahruf. Sehingga menjadi hal yang lumrah kalau para ulama’, berdasarkan ijtihadnya masing-masing, berbeda pendapat dalam menafsirkan pengertiannya. Al-Suyuti[13] dalam kitabnya al-Itqan fi al-’Ulum al-Qur’an mengatakan bahwa perbedaan ulama’ dalam masalah ini sekitar empat puluh pendapat.[14] Perbedaan ulama’ mengenai pengertian sab’ah ahruf ini tidak berasal dari tingkatan kualifikasi mereka atas hadits-hadits tentang tema dimaksud. Perbedaan itu justru muncul dari lafaz sab’ah dan ahruf yang masuk kategori lafaz-lafaz mushtarak, yaitu lafaz-lafaz yang mempunyai banyak kemungkinan arti, sehingga memungkinkan dan mengakomodasi segala jenis penafsiran. Selain itu juga disebabkan adanya fenomena historis tentang periwayatan bacaan al-Qur’an yang memang beragam.


D.    Makna Tujuh Huruf
Para ulama berbeda pendapat tentang makna tujuh huruf yang tersebut di dalam riwayat-riwayat yang telah lalu itu. Di sini banyak sekali pertentangan dan perselisihan pendapat. Berikut ini akan dikemukana sebagiannya seperti yang telah dijelaskan Dr. al-Saif ‘Ali Husain[15] dalam kitabnya Madkhal al-Dirasat al-Qur’aniyah, sebagai beikut:[16]
1. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa dari kalangan orang Arab dalam pengertian yang sama. Dengan pengertian bahwa dialek orang-orang Arab dalam mengungkapkan suatu maksud itu berbeda-beda, sedangkan al-Qur’an datang dengan menggunakan lafaz-lafaz menurut dialek tersebut. Kalau saja terdapat perbedaan, niscaya, al-Qur’an akan diturunkan dalam suatu lafaz saja. Adapun yang dimaksud tujuh bahasa menurut pendapat tersebut adalah bahasa: Quraisy, Saqif, Hawazan, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
2. Sebagian ulama’ lainnya mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh bahasa dari orang-orang Arab yang menjadi tempat al-Qur’an diturunkan, dengan pengertian bahwa al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ke tujuh bahasa tadi, yaitu: yang paling baik di kalangan Arab. Kebanyakan bahasa yang dipakai oleh al-Qur’an adalah bahasa Quraish, adapula yang Huzail, Saqif, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
3. Yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam di dalam al-Qur’an. Namun, mereka berbeda pendapat dalam menentukan macam dan uslub pengungkapannya. Di antara mereka ada yang menyatakan bahwa bagian yang dimaksud adalah: Amr, Nahi, Halal, Haram, Muhkam, Mutashabih, dan ‘Amal. Sementara itu, ulama’ lainnya mengatakan: Wa’ad, Wa’id, Halal, Haram, Mawaid, Amsal, dan Ihtijaj. Pendapat lainnya mengatakan: Muhkam, Mutashabih, Nasikh, Mansukh, Khusus, Umum, dan Qasas.
4. Tujuh huruf juga diartikan beberapa segi lafaz yang berbeda dalam satu kalimat dan satu arti seperti lafaz: Halumma, Aqbil, Ta’al, Ajjil, Asri’, ilayya, qurbi dan lain-lain. Lafaz yang tujuh tersebut memiliki satu pengertian yaitu perintah “datanglah”.

E.     Makna Huruf
Adapun yang dimaksudkan dengan huruf adalah bukan huruf Hijaiyah dan bukan pula huruf menurut istilah ahli nahwa (yakni bukan isim atau fa’il) dan bukan pula kata atau ucapan menurut istilah kamus-kamus, karena mereka mengatakan baik isim, fi’il, ataupun huruf adalah ucapan. Misalnya kata mereka: Huruf ini tidak ada dalam kamus juga bukan qiraah. Sedang segi yang mendorong mereka untuk membuktikannya adalah kata-kata mereka.[17] Si Fulan membaca menurut huruf  Ibnu Katsir, atau menurut huruf  Hafash. Karena pengertian huruf di dalam hadits al-Qur’an diturunkan menurut tujuh huruf ditafsirkan menurut salah satu dari pendapat-pendapat yang telah kami sebutkan di atas. Yang kami dukung adalah bahwa pengertian tujuh huruf itu tidak lain adalah bahasa dan lahjah (dialek).


F.     Analisa
Menurut mayoritas ulama’, pendapat yang mendekati kebenaran adalah pendapat ke-empat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa. Seperti: Aqbil, Ta’al, Halumma, Ajjil, dan Asri’, Ilayya, Qurbi dan lain-lain. Lafaz-lafaz tersebut berbeda tapi tunggal semakna. Pendapat ini didukung oleh Sufyan bin ‘Uyaynah, Ibnu Jarir, Ibnu Wahab dan masih banyak ulama’ lainnya.[18]
Pendapat ini juga didukung dengan hadits:
حدّثنا عبد الله حدَّثني أبي حدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة أنبانا علي بن زيد عن عبد الرحمن بن أبي بكرة عن أبي بكرة : «أن جبريل عليه السلام قال: يا محمد، اقرأ القرآن على حرف، قال ميكائل عليه السلام: استزده، فاستزاده، قال: اقرأه على حرفين، قال ميكائيل: استزده، فاستزاده حتى بلغ سبعة أحرف، قال: كل شاف كاف ما لم تختم آية عذاب برحمة، أو آية رحمة بعذاب، نحو قولك تعال وأقبل، وهلم واذهب، وأسرع وأعجل».
“Diriwayatkan dari Abi Bakrah: ”Jibril Berkata: Hai Muhammad aku akan bacakan al-Qur’an dengan satu huruf. Lalu Mikail berkata: Tambahkan lagi untuknya. Jibril berkata: aku akan menambahkannya dua huruf lagi. Kemudian Mikail berkata: Tambah lagi. Akhirnya Jibril menambahnya sampai denga tujuh huruf. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah semampunya dan tidak berdosa. Tetapi jangan sekali-kali mengakhiri dzikir rahmat dengan ‘adzab atas dzikir ‘adzab dengan rahmat, seperti ucapanmu: Ta’al, Aqbil, Halumma, Izhab, Asri’ dan A’jil“.[19]

G.    Rahasia Angka Tujuh dalam Al-Qur’an[20]
 Secara Undang-Undang Al-Qur’an dan UU Alam, kita lihat bahwa angka 7 ini memiliki keutamaan tersendiri. Kita lihat UU Alam, Langit dan Bumi memiliki 7 lapisan. Allah Swt., berfirman:
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ yìö6y ;Nºuq»oÿxœ z`ÏBur ÇÚöF{$# £`ßgn=÷WÏB ãA¨t\tGtƒ âöDF{$# £`åks]÷t/ (#þqçHs>÷ètFÏ9 ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ¨br&ur ©!$# ôs% xÞ%tnr& Èe@ä3Î/ >äóÓx« $RHø>Ïã ÇÊËÈ
Artinya: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”.[21]
Ï%©!$# t,n=y{ yìö7y ;Nºuq»yJy $]%$t7ÏÛ ( $¨B 3ts? Îû È,ù=yz Ç`»uH÷q§9$# `ÏB ;Nâq»xÿs? ( ÆìÅ_ö$$sù uŽ|Çt7ø9$# ö@yd 3ts? `ÏB 9qäÜèù ÇÌÈ  
Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”.[22]
Kita disuruh haji dengan 7x thawaf, 7 x Sa’i, dan melempar jumrah, untuk mengusir syetan dengan 7x lemparan. Coba sama-sama kita lihat, bagaimana hakikat dari keutamaan dari angka 7 ini dalam al-Qur’an.
1.                   Angka 7 adalah angka yang pertama sekali disebutkan di dalam al-Qur’an.
uqèd Ï%©!$# šYn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèŠÏJy_ §NèO #uqtGó$# n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# £`ßg1§q|¡sù yìö7y ;Nºuq»yJy 4 uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÒÈ  
Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”.[23]
2.                   Angka 7 adalah angka yang paling banyak diulang dalam al-Qur’an setelah angka 1 (ahad) tentunya, ini menunjukkan betapa pentingnya angka ini.
3.                   Awal surah dalam al-Qur’an adalah surah Al-Fatihah, dia adalah semulia-mulia surah dalam Al-Qur’an, itu sebabnya surah al-Fatihah dinamakan dengan sab’ul matsaani (silahkan dilihat kembali penafsiran surah ini), sementara jumlah ayatnya ada 7 ayat.
4.                   Jumlah bilangan huruf abjad dalam bahasa Arab yang diturunkan oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an ada 28 huruf. Jumlah 28 ini adalah perkalian dari angka 7, yakni 7×4=28.
5.                   Jumlah dari pintu neraka ada 7 pintu, subhanallah, kalimat jahannam dalam al-Qur’an jumlahnya ada 77x, dan jumlah 77 ini adalah perkalian dari 7, yakni 7×11=77.
Kita lihat rincian dari kelima hakikat di atas:
a)      Angka 7 adalah angka yang disebutkan pertama sekali di dalam al-Qur’an. (Silahkan dilihat Q.S Al-Baqarah: 29 dan lihat terakhir sekali disebutkan pada surah Q.S An-Naba: 12), lihatlah tanasuq sungguh luar biasa, bahwa jumlah bilangan surah dari Al-Baqarah-An-Naba ada 77 surah. Kita tahu sebelumnya angka 77 ini adalah perkalian yang habis dibagi 7.
$uZøŠt^t/ur öNä3s%öqsù $Yèö7y #YŠ#yÏ© ÇÊËÈ  
Artinya: “Dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh”.[24]
Sungguh keajaiban luar biasa juga, bahwa jumlah bilangan ayat dari ayat pertama sampai akhir ayat berjumlah 5649 ayat, dan ini juga perkalian 7, yakni 7×807, atau 5649:7.
b)      Awal dan akhir surah
Surah pertama adalah surah Al-Fatihah, kita tulis dengan angka 1. Adapun nomor terakhir dari surah dalam al-Qur’an adalah surah An-Naas, yakni surah ke 114. Sekarang coba kita lihat dan gabungkan kedua angka tersebut menjadi 1141, adalah hasil dari perkalian angka 7 yakni 1141=7×163. Di dalam kamus Allah Ta’ala, tidak ada yang dinamakan sudfah (kebetulan), semua yang dialam ini telah diciptakan oleh Allah Ta’ala penuh perhitungan dan ketelitian, yang luar biasa, tidak ada satu makhluk pun yang dapat menandingi ilmu-Nya Allah Ta’ala tersebut, dalam sisi apapun.
Kemudian selain ada rahasia di balik hal tersebut ada pula hikmah diturunkan dalam 7 huruf (lahjah/dialek) bagi menyatukan suku-suku bangsa Arab.[25]

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari pemaparan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa penurunan al-Qur’an dengan tujuh huruf  adalah sebagai kelonggaran dan kemudahan bagi pembaca, sehingga bisa memilih di antara bacaan-bacaan yang diinginkan, tapi bukan dimaksudkan bahwa semua kalimah yang ada dalam al-Qur’an bisa dibaca dengan tujuh macam bacaan, akan tetapi yang dimaksudkan tujuh bacaan yang berbeda itu pada beberapa tempat yang berbeda-beda yang bisa dibaca sampai tujuh bacaan.
Sementara itu dalil-dalil al-Qur’an mengenai diturunkannya al-Qur’an dengan tujuh huruf ini tidak terdapat nas sahih yang menjelaskan maksud dari sab’ah ahruf. Sehingga menjadi hal yang lumrah kalau para ulama’, berdasarkan ijtihadnya masing-masing, berbeda pendapat dalam menafsirkan pengertiannya.
Kemudian mengenai masalah makna tujuh huruf ini banyak di kalangan para ulama’ masih menjadi ajang perdebatan perbedaan pendapat. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Dr. al-Saih ‘Ali Husain dalam kitabnya Madkhal al-Dirasat al-Qur’aniyah pada bab pembahasan di atas.
Berkenaan dengan keistimewaan atau rahasia di balik tujuh huruf dalam al-Qur’an ini memiliki beberapa keistimewaan. Seperti dalam hal penciptaan tujuh lapis langit, mengenai haji, shalat, jumlah ayat di dalam al-Qur’an dan lain sebagainya yang masih ada relevansinya dengan tujuh huruf tersebut.

B.     Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, bilamana terdapat kekurangan atau kekeliruan baik dalam teknis penulisan makalah maupun dalam hal substansi, kami selaku penyusun menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna orientasi ke depan dalam bidang keilmuan. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin!.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad. Kuwait: Maktabah Dar al-Aqsa. 1985.
Ahmad Warson Munawwir. Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif. 1997.
Al-Qur’anulkariim. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro. 1995.
Al-Saih ‘Ali Husain. Madkhal al-Dirasat al-Qur’aniyah. Tripoli: Da’wah Islamiyah. 2000.
Badran Abul ‘Ainain Badran. Studi Sekitar Al-Qur’an; Hakikat Al-Qur’an, Terjemahnya, Turunnya, Huruf-hurufnya, Kemukjizatannya, Sejarahnya, Pengumpulannya, Terbitnya, Qira’at-qira’atnya, dan Tafsirnya. Yogyakarta: Toko Kitab Beirut. 2007.
Jalal al-Din al-Suyuti. al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr. 1951.
Manna’ Al-Qattan. Mabaa Hith fii ‘Uluum al-Qur’aan. Beirut: al-’Asr al-Hadith. 1973.
Muhammad Abdul ‘Adhim al-Zarqani. Manahil al-’Irfan. Beirut: Dar al-Fikr. 1988.
Muhammad Ali al-Sabuni. Studi Ilmu al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. 1999.
Muhammad bin Isa al-Turmudi. Sunan al-Turmudi. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 1994.
Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Kutub. 2004.
Muslim al-Hajjaj. Sahih Muslim. Beirut: Dar al-Kutub. 1992.

Situs dari internet


[1] Beliau adalah Badaruddin Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Bahadur bin Abdullah Al-Minhaji Az-Zarkasyi rahimahullah. Beliau dilahirkan di Mesir dan wafat di Negeri yang sama, dan asal kebangsaan beliau adalah Turki. Beliau bermadzhab Syafi’i.
Beliau adalah seorang Imam, memiliki ilmu yang luas, seorang penulis yang piawai, dan pembahas yang handal.
Beliau dilahirkan pada tahun 745 H di Mesir, beliau adalah seorang yang dilahirkan dalam keluarga yang tidak terlalu terkenal di tengah-tengah masyarakatnya, bukan pula dari keluarga yang memiliki ilmu ataupun kedudukan. Akan tetapi beliau hanyalah dari sebuah keluarga Muslim yang sederhana dan bahkan disebutkan bahwa ayah beliau adalah seorang budak. Walaupun demikian beliau bahkan memiliki semangat yang kuat untuk menuntut ilmu dengan taufik Allah Ta’ala. Baca lebih lanjut: http://blog-eblog.blogspot.com/2010/01/imam-az-zarkasyi-penulis-kitab-al_2671.html. Diakses pada hari Rabu, 22 Desember 2010.
[2]Lihat: http://nulibya.wordpress.com/2008/09/27/alquran-turun-dalam-tujuh-huruf/. Di akses pada hari Jum’at, 17 Desember 2010.
[3] Dialek (bahasa Yunani: διάλεκτος, dialektos), adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Berbeda dengan ragam bahasa yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Variasi ini berbeda satu sama lain, tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan sehingga belum pantas disebut bahasa yang berbeda. Biasanya pemerian dialek adalah berdasarkan geografi, namun bisa berdasarkan faktor lain, misalkan faktor sosial. Sebuah dialek dibedakan berdasarkan kosakata, tata bahasa, dan pengucapan (fonologi, termasuk prosodi). Jika pembedaannya hanya berdasarkan pengucapan, maka istilah yang tepat ialah aksen dan bukan dialek. Lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Dialek. Diakses pada hari Rabu, 22 Desember 2010.
[3]Manna’ al-Qattan, Mabaa Hith fii ‘Uluum al-Qur’aan, (Beirut: al-’Asr al-Hadith, 1973), hlm. 156.
[4] Manna’ al-Qattan, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: al-’Asr al-Hadith, 1973), hlm. 156.
[5] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Kutub, juz. 3,  2004), hlm. 1176.
[6] Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 254-255.
[7] Ibid.
[8] Muhammad Abdul ‘Adhim al-Zarqani, Manahil al-’Irfan, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hlm. 154.
[9] Badran Abul ‘Ainain Badran, Studi Sekitar Al-Qur’an; Hakikat Al-Qur’an, Terjemahnya, Turunnya, Huruf-hurufnya, Kemukjizatannya, Sejarahnya, Pengumpulannya, Terbitnya, Qira’at-qira’atnya, dan Tafsirnya, Alih Bahasa Ismail Thaib, (Yogyakarta: Toko Kitab Beirut, Cet. Pertama, 2007), hlm. 36-37.
[10] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, juz. 2, hlm. 851.
[11] Muslim al-Hajjaj, Sahih Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub, juz 6, 1992), hlm. 83.
[12] Muhammad bin Isa al-Turmudi, Sunan al-Turmudi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, juz. 8, 1994), hlm. 222.
[13] Nama lengkap beliau adalah Abdur Rahman bin Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiq Al-Khudhari As-Suyuthi, yang diberi gelar Jalaluddin atau Abul Fadhl. Beliau juga dinamakan Al-Khudhari ini dinisbahkan kepada Al-Khudhariyah, yaitu nama sebuah tempat di Baghdad. Dan beliau terkenal dengan nama As-Suyuthi, dinisbahkan kepada As-Suyuthi, yaitu sebuah tempat asal dan tempat hidup seluruh leluhur serta ayah beliau, sebelum berpindah ke Kairo.
Beliau dilahirkan di Kairo pada tanggal 1 Rajab 849 H. Ayahnya mendidiknya dengan menghafal Al-Qur’an, dan wafat saat As-Suyuthi masih berumur lima tahun. Ketika ayah beliau meninggal dunia, beliau menghafal Al-Qur’an sampai surat At-Tahrim.
Beliau telah menghafal Al-Qur’an seluruhnya pada usia kurang dari delapan tahun. Hal itu menunjukkan kemampuannya dalam hafalan, yang selanjutnya menguatkan beliau untuk menghafal sebanyak 200.000 (dua ratus ribu) hadits, sebagaimana dinyatakan dalam kitabnya Tadribur Rawi. Baca lebih lanjut: http://fatwasyafii.wordpress.com/2010/05/18/biografi-imam-jalaluddin-as-suyuthi-abdur-rahman-bin-abu-bakar-bin-muhammad-bin-sabiq-al-khudhari/. Diakses pada hari Rabu, 22 Desember 2010.
[14] Jalal al-Din al-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, juz. 1, 1951), hlm. 45.
[15] 'Ali bin Husain ( Bahasa Arab: علي بن حسين زين العابدين) (sekitar 6 Jan 659-20 Oktober 712) adalah cucu-besar Muhammad serta keempat Syiah Imam (Imam ketiga, sesuai dengan Isma 'ili Islam). Ibunya Shahrbānū dan ayahnya adalah bin 'Ali Husain. Saudara-saudaranya meliputi 'Asghar Husain Bin Ali al dan 'Akbar bin Husain al Ali . Ia dikenal sebagai Zayn al-Abidin "Kecantikan/ terbaik dari para Penyembah". Ia juga disebut sebagai Imam al-Sajjad "Imam sujud" dan Sayyid as-Sājjadīna wa r-Rāki'īn "Pemimpin Mereka yang sujud dan Bow". Dalam hadis syi'ah teks Kitab Al-Kafi, Abu Abdallah ( Imam Jafar ) menyatakan bahwa Sa'id ibn al-Musayyib adalah dari sahabat terpercaya dan dapat diandalkan Imam Zayn al-Abidin, Ali bin Husain. Sa'id ibn al-Musayyib menikah dengan putri Abu Hurairah dalam rangka untuk lebih dekat dengan dia dan belajar lebih baik tradisi bahwa ia diriwayatkan.
16 Al-Saih ‘Ali Husain, Madkhal al-Dirasat al-Qur’aniyah, (Tripoli: Da’wah Islamiyah, 2000), hlm. 140-145. Lihat juga, Muhammad Ali al-Sabuni, Studi Ilmu al-Qur’an, Terj. Aminuddin, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 363.
                [17] Badran Abul ‘Ainain Badran, Ibid., hlm. 44.

[18] Manna’ al-Qattan, Mabahith fii ‘Ulum al-Qur’an, hlm. 162.
[19] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Kuwait: Maktabah Dar al-Aqsa,  juz. 6, 1985), hlm. 37.
[20] Lihat: http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/08/rahasia-angka-7-dalam-alquran/. Diakses pada hari Jum’at, 17 desember 2010.
[21] Q.S. At-Thalaq: 12.
[22] Q.S. Al-Mulk: 3.
[23] Q.S. Al-Baqarah: 29.
[24] Q.S. An-Naba: 12.